Dayah dan Perubahan Sosial
Sayed Muhammad Husen
Gema JUMAT, 6 November 2015
Oleh: Sayed Muhammad Husen
Perubahan sosial adalah sunnatullah. Perubahan terus terjadi. Tak terbendung. Perubahan itu akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan manusia yang terus meningkat dan dampak globalisasi. Manusia tak pernah puas terhadap apa yang telah dicapai, maka berupaya memperbaiki kualitas hidup supaya lebih baik. Kualitas hidup yang diharapkan itulah kemudian menjadi arah perubahan.
Menurut pandangan Islam, perubahan diarahkan dan dikendalikan syariat Islam. Rekayasa perubahan itu sendiri ditentukan oleh pribadi dan jamaah muslimin yang taat menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sehingga tujuan perubahan dapat mencapai masyarakat atau negara yang diridhai Allah SWT. Perubahan yang menjamin tegaknya kedaulatan Islam, ketinggian Islam dan ummatnya.
Dalam konteks ini, dayah di Aceh merupakan salah satu komponen ummat pengendali perubahan. Dayah memiliki visi, sumber daya manusia dan aset sebagai modal utama merancang dan melakukan perubahan yang diharapkan. Dengan pengalaman dan dinamika kedayahan, dipastikan perubahan di bawah pengaruh dayah tak kehilangan arah. Tetap berada dalam celupan dienul Islam.
Pertanyaannya, seberapa kuat dayah berhadapan dengan perubahan yang begitu cepat dan telah menggoyahkan nilai-nilai tradisional dalam masyarakat Aceh sekarang ini? Dalam hal ini, sepertinya dayah bukan lagi unsur dominan. Aceh modern lebih banyak dipengaruhi pendidikan sekuler, media massa dan birokrasi pemerintah. Arah perubahan Aceh baru seakan “dikendalilkan” nilai-nilai nasional dan internasional.
Kita melihat, dayah telah berupaya responsif terhadap kemajuan yang ada, misalnya dengan mengizinkan santri untuk sekolah/kuliah, membuka dayah modern/terpadu, dayah teknologi informasi, dayah tahfi dz dan dayah tinggi atau perguruan tinggi di lingkungan dayah. Dampaknya, 20 tahun terakhir, internal dayah di Aceh mampu merespon dinamika kemajuan pendidikan dan mengimbangi pendidikan sekuler.
Hanya saja, dayah tak boleh berhenti mensiasati perubahan zaman. Perubahan internal dayah sebenarnya juga sunnatullah. Untuk itu, penataan manajemen, inovasi kurikulum dan penguatan SDM pengajar (guree) perlu terus dilakukan. Ini supaya dayah tak ketinggalan zaman atau ditingalkan zaman. Supaya dayah tak hanya tinggal sebagai obyek wisata pendidikan tradisional. Tapi dayah masa depan menjadi model sistem pendidikan modern dan canggih di Aceh.