Islam dan Poros Maritim
Gema JUMAT, 11 Desember 2015
Oleh : Sayed Muhammad Husen
Gagasan Poros Maritim adalah upaya memaksimalkan potensi laut Indonesia untuk kemakmuran bangsa. Luas perairan laut Indonesia 3.257.483 Km persegi. Jika digabung dengan Zona Ekonomi Eksklusif, luas perairan Indonesia mencapai 7,9 juta Km persegi. Luas wilayah tersebut mutlak dapat dimanfaatkan baik di bidang produksi maupun jasa.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan, kandungan laut Indonesia memiliki 8.500 spesies ikan, 650 diantaranya jenis ikan hias laut (dan kemungkinan besar masih bisa ditemukan jenis ikan hias baru) dan 140 spesies endemik ikan laut. Ikan yang selalu bergerak berbeda dengan wujud kekayaan laut lainnya yang melekat dengan dasar laut seperti minyak bumi, emas, nikel, bauksit, pasir, bijih besi, timah, terumbu karang dan lain-lain.
Menurut Muhammad Sulton Fatoni, Pemerintah perlu memahami dan mengkaji hakikat ikan di lautan dari perspektif Islam. Kajian ini untuk memahami bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan di sektor perikanan laut bisa efektif, tepat sasaran dan memberikan dampak positif bagi masyarakat. Sekaligus bentuk penerapan prinsip-prinsip mualamah Islam.
Dalam Islam, kemerdekaan setiap orang mengambil ikan di lautan, kedaulatan dan kekuasaan negara atas laut dapat dijadikan sebagai pintu masuk optimalisasi kekayaan ikan di perairan laut untuk kemakmuran ummat dan bangsa. Pemerintah harus memastikan negara berdaulat dan berkuasa atas wilayah nasional yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan dan kepulauan.
Pemerintah harus melindungi nelayan Indonesia di perairan laut Indonesia dengan cara tidak memberikan izin kapal-kapal asing berlayar mencari ikan di perairan Indonesia. Perlindungan juga diberikan dalam bentuk tidak memberi konsensi tertentu atas perairan tertentu bagi pengusaha besar yang berpotensi membatasi nelayan mendapatkan ikan di lautan Aceh dan Indonesia. Karena itu, kedaulatan atas lautan Indonesia memberi kuasa Pemerintah untuk merampas ikan hasil tangkapan nelayan asing tak berijin yang memasuki wilayah lautan Indonesia.
Dalam konteks ini, Islam mensahkan Pemerintah Aceh dan Indonesia merampas ikan nelayan asing atas nama sanksi pidana (ta’zir mal) yang diberlakukan, karena kekuasaan negara atas batas laut Indonesia telah dilanggar nelayan asing yang tidak berijin. Jadi Islam melindungi nelayan dan hasil laut kita.