Wakaf Produktif Entaskan Kemeskinan
Sayed Muhammad Husen
GEMA JUMAT, 25 AGUSTUS 2017
Secara bahasa, wakaf berasal dari bahasa Arab yang artinya menahan (alhabs) dan mencegah (al-man’u).Maksudnya adalah menahan untuk tidak dijual, tidak dihadiahkan, atau diwariskan.Wakaf menurut istilah syar’i adalah suatu ungkapan yang mengandung penahanan harta miliknya kepada orang lain atau lembaga dengan cara menyerahkan suatu benda yang kekal zat-Nya untuk diambil manfaatnya oleh masyarakat. Wakaf memiliki dua tujuan, yaitu hubungan horizontal, yaitu mengentaskan kemiskinan dan hubungan vertikal, yaitu pendekatan pada Allah SWT
Dalam Peraturan Pemerintahan Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah dijelaskan, bahwa wakaf adalah
perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya berupa tanah milik dan melembagakan selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran Islam.
Jama’ah haji asal Aceh rasanya patut berterima kasih kepada seorang ulama besarnya yang meninggalkan warisan yang amat berharga. Yakni Habib Abdurrahman Bin Alwi Al-Habsyi, yang mewakafkan harta warisannya di kota Makkah yang diperuntukkan bagi jama’ah haji asal Aceh.
Yang juga patut dibanggakan, ternyata di kemudian hari wakaf ini menjadi aset utama bagi masyarakat Aceh, yang dikenal dengan nama Baitul Asyi. Dari kata “Al-Asyi” itu pulalah, kini di Makkah dikenal keluarga Al-Asyi, orang-orang Arab Makkah yang memiliki darah Aceh.
Habib Bugak Asyi telah mewariskan kepada masyarakat Aceh harta yang kini telah berharga lebih dari 200 juta riyal atau 5,2 trilyun rupiah sebagai wakaf fi sabilillah. Pada saat ini harta wakaf tersebut telah berkembang menjadi aset penting, di antaranya berupa Hotel Ajyad bertingkat 25 sekitar 500 meter dari Masjidil Haram dan Menara Ajyad bertingkat 28 sekitar 600 meter dari Masjidil Haram.
Kedua hotel besar ini mampu menampung lebih 7.000 jama’ah yang dilengkapi dengan infrastruktur yang lengkap. Sebagai gambaran, pada musim haji tahun 1428 H lalu, Nadzir Wakaf Habib Bugak mengganti biaya pemondokan haji sebesar 25 miliar rupiah, yang diberikan kembali bagi seluruh jama’ah haji asal Aceh.
Dikabarkan, ia banyak berinfak dan bersedekah kepada masyarakat sekitarnya. Bahkan karena kecintaannya kepada Aceh yang telah memberikan keutamaan dan nikmat besar, ia rela tidak kembali ke tanah kelahirannya di Makkah Al-Mukarramah dan mewakafkan seluruh harta warisannya di Makkah untuk kepentingan masyarakat Aceh. Dan amal shalih yang diwakafkannya berkembang berlipatlipat bahkan memberikan manfaat yang terus berdampak besar kepada masyarakat Aceh.
Di Indonesia, selain adanya Badan Wakaf Idonesia (BWI) dan Baitul Mal Aceh dan Kabupaten/ Kota, dalam peraturan Perundang-undangan no 41 (tahun 2004) disebutkan bahwa wakaf adalah sebuah kesepakatan antara pemilik harta benda yang diberikan kepada sebuah golongan untuk digunakan dengan aturan waktu tidak terbatas atau sesuai batasan tertentu. Mari kita berwakaf.