Mensyukuri Karir
Dr. Sri Suyanta
Gema, 04 April 2018
Oleh Dr. Sri Suyanta (Wakil Dekan I Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry)
Saudaraku, dinamika perjalanan, baik naik maupun turunnya suatu nasib atau jabatan dalam pekerjaan yang dilalui oleh setiap orang, tentu berbeda-beda sesuai dengan seberapa intensif dalam mencurahkan usaha dan doa, serta garisan tangan dari Yang Maha Kuasa. Inilah, karir namanya.
Meskipun sekolah atau dayah atau kampusnya sama, guru, teungku dan dosennya sama, bahkan ranking atau indeks prestasi komulatif (IPK) juga sama, wisuda juga bersama, namun karir bisa jadi sangat berbeda.
Ada banyak orang yang karirnya cemerlang, belum menyelesaikan studi saja sudah menjadi rebutan dan dilamar banyak instansi. Setelah lulus mampu bekerja dengan keras, cerdas, ikhlas dan amanah, kemudian naik posisi demi posisi, jabatan demi jabatan. Namun ada juga yang sebaliknya.
Oleh karena itu, layak bagi kita mengingat kembali bagaimana akhlak mensyukuri karir.
Pertama, harus menyadari sepenuh hati, bahwa karir yang cemerlang bukan karena warisan, tetapi anugerah Allah sekaligus amanah atas kesungguhan usaha dan doa yang telah kita lakukan.
Kedua, di samping mengucapkan alhamdulillah atas karunia kita terima juga mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi rajiun lahaula wala quwwata illa billah saat dipromosikan pada posisi dan jabatan baru. Kita yakin segala sesuatu sudah diatur oleh Allah, dan atas nama Allah kita penuhi, serta kepada Allah kita memohon kekuatan untuk bisa lebih istiqamah dalam mengemban amanah.
Ketiga, melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai kewenangan dengan amanah. Mengapa? Karena di antara karir dan kesempatan yang ada, bisa jadi tidak akan datang untuk kedua kalinya.
Saudaraku, dinamika perjalanan, baik naik maupun turunnya suatu nasib atau jabatan dalam pekerjaan yang dilalui oleh setiap orang, tentu berbeda-beda sesuai dengan seberapa intensif dalam mencurahkan usaha dan doa, serta garisan tangan dari Yang Maha Kuasa. Inilah, karir namanya.
Meskipun sekolah atau dayah atau kampusnya sama, guru, teungku dan dosennya sama, bahkan ranking atau indeks prestasi komulatif (IPK) juga sama, wisuda juga bersama, namun karir bisa jadi sangat berbeda.
Ada banyak orang yang karirnya cemerlang, belum menyelesaikan studi saja sudah menjadi rebutan dan dilamar banyak instansi. Setelah lulus mampu bekerja dengan keras, cerdas, ikhlas dan amanah, kemudian naik posisi demi posisi, jabatan demi jabatan. Namun ada juga yang sebaliknya.
Oleh karena itu, layak bagi kita mengingat kembali bagaimana akhlak mensyukuri karir.
Pertama, harus menyadari sepenuh hati, bahwa karir yang cemerlang bukan karena warisan, tetapi anugerah Allah sekaligus amanah atas kesungguhan usaha dan doa yang telah kita lakukan.
Kedua, di samping mengucapkan alhamdulillah atas karunia kita terima juga mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi rajiun lahaula wala quwwata illa billah saat dipromosikan pada posisi dan jabatan baru. Kita yakin segala sesuatu sudah diatur oleh Allah, dan atas nama Allah kita penuhi, serta kepada Allah kita memohon kekuatan untuk bisa lebih istiqamah dalam mengemban amanah.
Ketiga, melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai kewenangan dengan amanah. Mengapa? Karena di antara karir dan kesempatan yang ada, bisa jadi tidak akan datang untuk kedua kalinya.