MIUMI Minta Polisi Hukum Sukmawati
yusran Hadi
Gema, 04 April 2018
Baiturrahmanonline.com (Banda Aceh) – Menyikapi puisi “Ibu Indonesia” yang dibacakan oleh Sukmawati Soekarno Putri, yang menimbulkan kontroversi dan penentangan dari umat Islam, sebagaimana diberitakan di berbagai media dan menjadi viral di medsos, Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh menyesalkan, menentang dan mengecam puisi Sukmawati tersebut.
“Puisi itu telah meresahkan umat Islam dan menimbulkan kontroversi, kemarahan umat Islam dan kegaduhan bangsa Indonesia. Seorang muslim tidak layak mengatakan seperti itu,” kata
Ketua MIUMI Aceh, Dr M Yusran Hadi Lc MA, (4/4/2018).
Dalam puisinya itu, kata Yusran, Sukmawati dengan jelas dan terangan-terangan mengatakan, bahwa kinandung ibu Indonesia lebih merdu dari suara azan dan wanita yang memakai konde lebih cantik dari wanita yang bercadar. Maka ini jelas penghinaan atau penistaan agama Islam. Ini maksiat dan hukumnya haram (dosa besar). Juga melanggar hukum di Indonesia pasal penistaan agama.
“Sukmawati membandingkan dan membenturkan antara azan dan kinandung dan antara cadar dan konde. Ini terkesan mengadu domba antara agama dan budaya,” ujarnya.
“Azan sebagai panggilan untuk shalat tidak boleh dibandingkan dengan budaya. Begitu pula cadar atau jilbab untuk menutup aurat tidak boleh dibandingkan dengan konde yang menampakkan aurat. Apalagi melebihkan budaya dari agama,” tambahnya.
“Silakan yang ingin azan atau ingin kidung. Dan silakan yang ingin menutup aurat dengan bercadar atau berjilbab atau yang ingin menampakkan aurat dengan berkonde. Itu hak dan pilihan seorang sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing. Tentunya, konsekuensi perbuatannya itu tanggung jawab masing-masing individu sesuai ajaran atau hukum agamanya,” urainya.
Bagi seorang muslim, suara azan tentu lebih indah daripada kinandung. Dan menutup aurat dengan cadar atau jilbab itu lebih indah dari konde yang menampakkan aurat. Ini aqidah (keyakinan) seorang muslim.
Oleh karena itu, pernyataan Sukmawati dalam puisinya itu menimbulkan tanda tanya kepada kita, apakah beliau seorang muslimah atau bukan? Karena seorang muslim dan muslimah tidak patut mengatakan seperti itu.
MIUMI Aceh meminta pihak kepolisian untuk mengusut persoalan ini dan memproses hukum serta memberi sanksi yang berat kepada Sukmawati.
“Perbuatannya ini tidak bisa ditolerir, agar menjadi efek jera dan pelajaran baginya dan bagi orang lain. Kasus seperti ini tidak boleh terulang lagi di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim,” tegas Yusran.
“Kita meminta Sukmawati untuk mengakui kesalahannya dan meminta permohonan maaf kepada umat Islam yang dimuat di berbagai media nasional selama beberapa hari. Namun, proses hukum harus tetap dijalankan sampai dijatuhkan hukuman yang berat kepadanya akibat ulahnya ini terkait pelanggaran hukum di Indonesia berupa penistaan atau penodaan agama,” pungkas Doktor bidang Fiqh (Hukum Islam) dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM) ini. (SMH/Rel)