Mengenal Rasul melalui Al-Qur’an dan Al-Hadis
Dr Tgk H Salman Abdul Muthalib, Lc, M.Ag
Gema JUMAT, 12 AGUSTUS 2016
Oleh: Dr Tgk H Salman Abdul Muthalib, Lc, M.Ag (Khatib Wakil Direktur Pascasrajana UIN Ar-Raniry)
Allah telah menjadikan kita sebagai umatnya agar kita menjadi hamba-hambaNya yang selalu tunduk dan patuh. Pernyataan ini ditegaskan dalam Alquran surat al-Zariyat ayat 56:
“Tidak kami ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menghambakan dirinya padaKu.”
Dalam proses penghambaan diri kita kepada Allah, kita diminta untuk melakukan ajaran-ajaran yang telah Dia tetapkan, baik melalui Alquran maupun lisan Rasulnya. Untuk menjembatani antara kita dengan Allah, Allah telah mengutus seorang Rasul sebagai penyampai pesan-pesannya, sehingga kita dapat memahami dengan baik apa yang harus kita kerjakan dan apa yang boleh kita tinggalkan, tanpa Rasul, umat manusia tidak akan memahami ajaran Allah, dan di sisi lainpun Allah berjanji tidak akan menghukum hamba-hambanya kecuali setelah Ia mengutus Rasul sebagai pembawa ajaran yang benar:
“Kami tidak akan mengazab -suatu kaum- sebelum Kami mengutus seorang rasul (untuk membimbing dan mengarahkan mereka).”
Untuk itu, sepatutnya juga kita harus mengenal siapa Rasul itu, sehingga dia dipilih Allah menjadi utusannya di bumi ini.
Muhammad saw. adalah nama yang paling terkenal di segala penjuru langit dan bumi, namun di balik kemasyhuran namanya, sulit bagi kita untuk menjangkau keagungan dan kemuliaannya. Kita hanya mampu mengambil penggalan demi penggalan kemuliaannya melalui kabar dari Penciptanya, Allah swt, dari orang-orang terdekat dengannya atau dari lisan Muhammad saw. itu sendiri.
Dalam surat Al-A’raf ayat 158, Allah berfirman:
“Katakanlah wahai Muhammad: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang ummi, yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya), ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”.
Dari satu sudut pandang, ayat ini menjelaskan keuniversalan kerasulan Muhammad saw., dia diutus bukan untuk golongan tertentu, jika nabi-nabi sebelumnya difokuskan Allah untuk menyampaikan ajaranNya pada tempat tertentu, kepada kelompok tertentu, dan dalam jangka waktu tertentu, maka Muhammad saw. diutus Allah kepada seluruh umat, tanpa batas tempat, dan tidak terikat dengan waktu, karena dialah penutup para nabi yang tidak diturunkan lagi Rasul sesudahnya.
Dari sisi lain, ayat ini menjadikan Rasul sebagai idola dalam segala sisi kehidupan, Allah memerintahkan kita mengikutinya, dengan tujuan agar kita berada dalam petunjuk yang akan mengantarkan kita pada Surga di hari akhir nanti.Rasul sebagai teladan, keberadaannya bukan hanya sekedar rahmat bagi manusia, tetapi seluruh mahkluk hidup sekalipun mendapat rahmat dengan keberadaan dan kedatangannya
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS.Al-Anbiya’:107)
Karena ajarannya bukan hanya untuk mengatur kehidupan manusia, tapi juga mencakup kehidupan makhluk lain, sehingga rahmat tersebut bukan hanya dirasakan oleh pengikut-pengikutnya, bahkan bukan hanya manusia. Sebelum bangsa Eropa mengenal Organisasi Pencinta Binatang, Muhammad saw, telah mengajarkan:
“Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap binatang-binatang, kendarailah dia dengan cara yang baik dan makanlah dia dengan cara yang baik juga.” (HR. Abu Daud.
Dalam hadis lain Nabi bersabda:
“Seorang wanita dimasukkan Tuhan ke dalam neraka karena seekor kucing yang dikurungnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Wanita itu tidak memberi makan, dan juga tidak melepaskannya untuk mencari makan sendiri.
Dalam surat al-Ahzab ayat 40 Allah berfirman:
“Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Rasul diutus Allah ke bumi ini, selain menjelaskan ajaran-ajaran agama yang wajib diikuti, dan larangan-larangan yang harus dijauhi, Allah juga menjadikan Rasul sebagai model bagi umat, idola bagi seluruh umat manusia, teladan bagi makhluknya.
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat” (QS.Al-Ahzab:21)
Keteladan yang dimiliki Rasul tidak terlepas dari perilakunya yang baik, karena ia berbudi pekerti luhur, dan Allah sendiri memuji perangainya yang mulia:
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur.” (QS.Al-Qalam:4)
Aisyah, istri Rasul, ketika ditanyakan bagaimana akhlak Rasul, Aisyah menjawab:
“Akhlak Rasul adalah Alquran.”
Muhammad, meskipun ketika terlahir ke bumi ini, tidak sempat bertemu ayahnya, karena ayahnya telah wafat sebelum ia dilahirkan, lalu dibesarkan di perkampungan yang jauh dari ibunya, ketika dia berumur 5 tahun baru kembali dipertemukan dengan ibunya, setelah ibunya (Aminah) membawa putranya menziarahi makam ayahnya, beberapa bulan kemudian ibunya juga meninggal. Meskipun tidak sempat dididik kedua orang tuanya, tetapi Muhammad tetap menjadi anak yang baik, karena Tuhan sendiri telah mendidiknya, sesuai dengan pernyataan Rasul dalam sebuah hadis:
“Tuhanku telah mendidikku, Dia sangat baik dalam mendidikku.”
Karena perilakunya yang baik, akhlaknya yang mulia, maka Allah meminta kita untuk menjadikannya sebagai qudwah, teladan dalam keseharian kita. Keteladanan Rasul telah diakui, bahkan sebelum dia diangkat menjadi Rasulpun telah memperlihatkan akhlaknya yang mulia, yang membuat orang Arab sebelum Islam melengketkan kata-kata al-Amin untuk Muhammad, ketika terjadi sengketa antara orang-orang Arab, dalam persoalan batu hajar aswad misalnya, ketika itu Muhammad diminta untuk menjadi penengah. Kemualiannya, keteladanannya, bukan pada kejeniusan yang dia miliki, bukan pada kepakaran intelektual pada diri Muhammad, tetapi akhlak mulialah yang membuat dia tersanjung dan disanjung oleh kawan dan lawan. Karena, kita yang hidup ribuan tahun setelah Muhammad, tetap harus berperilaku mulia ketika bermuamalah dalam keseharian. Jabatan tinggi, pengetahuan yang dalam, jenjang pendidikan yang hebat, jika tidak memiliki akhlak, maka tidak pantas sesorang dihormati, dihargai.
Muhammad adalah sosok yang dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya, dengan akhlak yang mulia, dia sangat mengasihi sahabat-sahabatnya, mencintai pengikutnya. Tetapi dia tidak segan-segan berkeras ketika menghadapi musuh-musuhnya. Terkait dengan cara muamalah Rasul dalam kehidupan sehari-hari, Allah merekamnya dalam Alquran surat al-Fath ayat 29:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya.”
Dia tetap memposisikan umatnya sebagai teman sejati yang harus dikasihi, bukan seperti sebagian dari kita selama ini, terhadap saudara-saudara kita yang seiman, kadang-kadang kita bermusuhan, menuduh dengan segala macam kesalahan dan kesesatan. Tetapi dengan orang lain di luar Islam kita berkawan tanpa pilah pandang, seolah-olah orang lain di luar Islam itu saudara kita, sementara muslim yang sebenarnya saudara kita, kita perlakukan sebagai lawan dalam kehidupan sehari-hari.
Karena keagungan yang dimiliki Rasul, sampai-sampai Allah dan para Malaikat mendokan padanya.
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS.Al-Ahzab:56)
Bahkan Allah menjadikan ketaatan kepada Rasul sama dengan ketaatan kepadaNya.
“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (QS.An-Nisa’:80)
Rasul Muhammad saw. meskipun banyak ayat Alquran yang memujinya, bahkan Allah sendiri yang menjadikan ketaatan kepada Rasul sama sengan ketaatan padaNya, Muhammad tetap sosok yang rendah diri, tidak sombong tidak angkuh, sifat ini dapat dilihat dalam sebuah hadis ketika ia menasihati para sahabatnya agar takut atau hati-hati terhadap seluruh amal saleh mereka. Nabi bersabda:
”Berlaku luruslah kalian, berkatalah yang halus, dan tebarkan khabar gembira, sesungguhnya tidaklah seseorang akan masuk ke dalam Surga kerana amalnya.”Mereka berkata, “Tidak juga Engkau wahai Rasulullah? Nabi menjawab, “Tidak juga aku, kecuali bila Allah melimpahkan ampunan dan rahmat-Nya kepadaku.” (HR. Al-Bukhari dari Aisyah)
Rasul seorang utusan Tuhan yang ma’shum, tidak berdosa, dijamin akan masuk Surga, ketika mendidik dan mengajarkan para sahabatnya ia tidak mau sombong, tidak angkuh bahwa dia pasti akan masuk Surga karena amal salehnya, tetapi beliau tetap menyertakan hanya karena ampunan dan rahmat dari Allahlah seseorang akan dapat masuk Surga.
Bagaimana dengan kita hamba yang tidak ma’shum, yang selalu dalam kesalahan, setiap hari tidak lepas dari dosa dan murka. Sebagaiman dikatakan dalam ungkapan hikmah:
“Manusia diciptakan dari tanah tanpa secuil dosa apapun, kemudian dia akan dikembalikan ke tanah penuh dengan lumuran dosa dan murka.”
Semua manusia menurut Rasul tidak lepas dari dosa dan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang mau bertaubat.
“Semua manusi pasti berdosa, akan tetapi sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang mau bertaubat.”
Dari sisi kekayaan Rasul saw., dalam Sirah Nabawiyyah kita dapat informasi bahwa Rasul meskipun telah menjadi orang yang hebat, bahkan setelah menguasai jazirah Arab, tapi dia tetap jadi sosok sederhana, hartanya yang paling mewah adalah sepasang alas kaki berwarna kuning yang merupakan hadiah dari Negus dari Abissinia, beliau tinggal di satu pondok kecil beratapkan jerami yang tingginya dapat dijangkau oleh seorang remaja, kamar-kamarnya dipisahkan oleh batang-batang pohon yang direkat dengan lumpur bercampur kapur, beliau sendiri yang menyalakan api, mengepel lantai, memerah susu dan menjahit alas kakinya yang putus, santapannya yang paling mewah adalah madu, susu dan lengan kambing. Demikianlah keadaan beliau meskipun setelah menguasai seluruh jazirah Arab.
Karena itu, sidang jamaah jumat, jika kita sudah mengenal Rasul, maka sejatinya kita juga harus mengikuti akhlaknya dalam keseharian, sehingga akhirnya akan dapat manghantarkan kita ke dalam Surga yang didambakan oleh semua manusia.