Penegakan Hukum Di Madinah
Dr. Tgk. Amir Khalis
Oleh Dr. Amir Khalis, SH, MH
Sebagian kalangan mengatakan bahwa hukum yang berlaku sekarang ibarat pisau, tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Fakta menunjukkan bahwa penegakan hukum di era sekarang ini seperti itu. Bukan hanya hukum itu berlaku untuk orang-orang lemah kekuatannya, akan tetapi, hukum itu juga bisa dipermainkkan.
Padahal, penegakan hukum, baik dalam hukum positif maupun hukum Islam telah diatur secara tegas. Namun, dalam prakteknya seringkali mendapat tantangan dan tidak sesuai dengan harapan semua orang. Bahkan, hukum diperjualbelikan dan dipermainkan. Dalam hukum Islam, berkaitan dengan penegakan hukum, tidak ada istilah belas kasihan dan pilih kasih, apalagi ketika Rasulullah memimpin Madinah, sebagaimana praktek yang dilakukan oleh Rasulullah dalam menghadapi kasus pencurian pada masanya.
Salah satu kisah dalam sebuah hadist yang diriwatayatkan oleh Bukhari, diceritakan bahwa pada masa Rasulullah SAW ada seorang wanita dari Bani Mahzumiyah dan Bani Mahzum merupakan salah satu kelompok yang sangat terpandang dari etnis Quraiys dan wanita tersebut kedapatan mencuri. Kemudian, para pemuka kaum tersebut meminta Usamah bin Zaid untuk melobi Rasulullah agar dapat menutupi aib dan rahasia serta untuk menjaga martabat kaumnya. Dan ditunjuknya Usamah, bukan tanpa alasan, karena ia dikenal dekat dan sangat disayangi oleh Rasulullah. Selanjutnya, Usamah melobi Rasulullah, akan tetapi, usaha Usamah gagal total. Bahkan Rasulullah SAW, memarahi Usamah yang kemudian beliau bersabda:
Artinya: Wahai Usamah, apakah kamu mau menyuap (korupsi) tentang hukum atau (ketentuan-ketentuan) yang Allah telah menetapkannya?.
Kemudian Rasulullah berpidato di atas mimbar dengan mengatakan:
Artinya: Wahai manusia, kebiasaan buruk yang telah menghancurkan ummat-umat sebelum kalian. Dimana jika ada orang yang terpandang mencuri, mereka tidak berani menghukumnya dan jika ada orang-orang lemah (kecil) mencuri, mereka langsung menghukumnya. Demi Allah, jika Fathimah anak Muhammad mencuri, maka akan aku potong tangannya, (H.R. Bukhari-Muslim).
Kisah di atas, memberi pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua, khususnya bagi aparat penegak hukum dan masyarakat yang masih mendambakan kejujuran, keadilan dan penegakan hukum untuk setiap orang tanpa tebang pilih dan belas kasihan. Kisah ini juga mengajarkan semua pihak tentang hal mendasar dalam penegakan hukum, khususnya bagi pemangku kekuasaan baik di lingkungan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Ada beberapa nilai dan pelajaran yang Rasulullah ajarkan kepada kita melalui kisah tersebut, antara lain:
Pertama, nilai keadilan, adil artinya mempunyai sikap yang teguh dan lurus serta tidak pernah memihak kepada siapapun. Dalam istilah hukum adil artinya menghukum siapapun yang salah tanpa berpihak dan tanpa pandang bulu. Hal ini telah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW sebagaimana telah diuraikan dalam hadist di atas. Allah SWT juga telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk berbuat adil tanpa pilih kasih, karena keadilan adalah salah satu ciri atau tanda orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Hal ini sesuai dengan sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al- Maidah ayat 8 berbunyi:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman tegakkanlah kebenaran karena Allah dan bersaksilah dengan adil dan jangan sampai kebencianmu kepada suatu kaum membuat kamu tidak berlaku adil. Berlaku adillah kamu, karena keadilan itu, lebih dekat dengan ketaqwaan dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Keadilan telah menuntut para penegak hukum untuk menempatkan manusia sama di depan hukum. Keadilan, tidak hanya diucapkan dengan retorika, tapi untuk dilaksanakan. Rasulullah SAW telah membuktikannya, seperti yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an, surat an-Nahl ayat 90 yang berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang untuk melakukan perbuatan keji dan mungkar serta permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Kedua, Soal penegakan hukum (law Enforcement), penegakan hukum sangat terkait dengan keadilan. Demi untuk mewujudkan keadilan, maka hukum harus ditegakkan secara jujur dan adil. Dan jika penegakan hukum, tidak diberlakukan secara adil dan jujur atau dengan cara yang curang dan tidak benar, maka tentu akan merusak dan melukai rasa keadilan masyarakat. Hal ini, sesuai dengan firman Allah SWT dalam al-Qur’an, surat an-Nisaa ayat 58 yang berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan jika kamu menetapkan hukum di antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran sebaik baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah maha melihat dan mendengar.
Ketiga, soal kehancuran masyarakat, jika keadilan dan hukum tidak ditegakkan dengan adil dan jujur, maka kehancuran pasti terjadi. Dan hukum ini berlaku secara umum dan hal ini, telah terjadi pada ummat terdahulu sebagaimana hadist Rasulullah di atas, yang menyatakan bahwa kehancuran yang terjadi pada ummat sebelumnya dimulai dengan tidak hadirnya keadilan dan tidak benarnya penegakan hukum ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
Kisah di atas, menunjukkan ketangguhan prinsip Rasulullah SAW dalam penegakan hukum. Coba bayangkan, ternyata masalah penegakan hukum, sudah terdapat kendala dan tantangan yang berat dari orang yang dekat dengan kekuasaan sejak masa Rasulullah. Hanya saja, Rasulullah begitu tangguh dan kuat menghadapi cobaan dan tantangan dari orang lingkarannya.
Jika kita coba memahami apa penyebab Rasulullah sanggup menghadapi tantangan tersebut, maka ada dua hal yang tidak lepas dari dalam jiwa beliau. Pertama, Iman yang kuat dan kokoh dan yang kedua, prinsip kemanusiaan. Dimana beliau tidak mau melanggar hukum, karena akan melahirkan kedhaliman dan ketidakadilan kepada pihak lain dan hukum itu sendiri.
Jika melihat sejarah para nabi, semua Nabi, ketika menghadapi ujian dan tantangan untuk tidak melanggar hukum Allah, mereka mampu melewatinya. Hal ini tidak lain karena mereka punya iman yang kuat dan kokoh dan punya keyakinan untuk tidak berbuat kedhaliman sesama manusia.
Nabi Yusuf, misalnya, ketika menghadapi cobaan berupa rayuan Siti Zulaikha untuk berbuat maksiat kepada Allah, juga mampu melepaskan diri dari keinginan hawa nafsunya dengan mengatakan kepada Zulaikha, “jangan , wahai Zulaikha, aku takut kepada Allah dan aku tidak mau mengkhianati tuanku yang telah mengasuhku dan telah memeliharaku dengan menyediakan berbagai macam fasilitas, bahkan aku diberi tempat untuk tinggal di Istana. Jawaban Yusuf “aku takut kepada Allah adalah manifestasi iman yang kuat dalam dada Yusuf dengan keyakinan bahwa Allah maha mengetahui dan Allah akan membalasnya di akhirat kelak setiap kejahatan yang dilakukan oleh anak adam di muka bumi Allah dan jawaban Yusuf, ”Aku tidak mau mengkhianati tuanku” adalah wujud cintanya kepada manusia, dimana ia tidak mau mendhalimi sesama yang lain dengan cara berbuat kejahatan kepada yang lain. Hal ini, sesuai dengan firmannya dalam al-Qur’an, surat Yusuf ayat 23 yang berbunyi:
Artinya: Dan Wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal bersamanya menggoda Yusuf untuk meundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu seraya berkata: “Mari kesini”, Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah dan sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.”Sesungguhnya orang-orang yang dhalim tiada akan beruntung.
Begitu juga dengan nabi kita Muhammad SAW yang mampu menghindari dari kepentingan kerabatnya yang disebabkan oleh keyakinannya untuk tunduk dan patuh kepada perintah Allah dengan cara berlaku adil dan tidak boleh berbuat kedhaliman dan kecurangan kepada orang lain dengan jalan memihak kepada orang yang punya kepentingan jahat terhadap hukum Allah.
Praktik Rasulullah SAW dalam penegakan hukum di Madinah yang mampu melawan hawa nafsunya dengan tidak memihak kepada siapapun, baik untuk kepentingan pribadi dan keluarga kecuali untuk menegakkan kebenaran, merupakan contoh teladan bagi seluruh ummat manusia, khusunya para aparat penegak hukum. Hal ini, telah sesuai dengan kehendak Allah SWT dalam al-Qur’an, surat an- Nisaa ayat 135 yang berbunyi:
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya tau fakir, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsumu untuk menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan kata-kata atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
Hambatan dan kendala
Bila kita coba bandingkan penegakan hukun di Madinah pada masa Rasulullah SAW dengan penegakan hukum di Indonesia, rasanya tidak ada ruang untuk disandingkan dan dibandingkan, karena sangat mencolok perbedaan antara keduanya. Jika penegakan hukum yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW di Madinah tidak pernah pandang bulu dan belas kasihan, justru yang terjadi di Indonesia sebaliknya yaitu banyaknya kepentingan yang bermain dalam masalah hukum .
Kemudian, jika kita coba analisa sebab-sebab sulitnya penegakan hukum di Indonesia, maka dapat kita simpulkan, antara lain karena adanya oknum aparat penegakan hukum di Indonesia yang sangat terikat dengan dua kepentingan besar yaitu:
Pertama, kepentingan materi dan uang
Coba bayangkan, beberapa kejadian dan peristiwa yang menyebabkan hancurnya penegakan hukum di Indonesia disebabkan oleh oknum aparat yang yang tidak benar dan tidak punya integritas dengan menjual harga diri, keluarga dan lembaga demi memuaskan nafsunya, karena dipengaruhi oleh materi dan uang dari para pihak yang bermasalah dengan hukum. Bahkan lebih kejam lagi, ada informasi dari pihak yang berwenang yang menyatakan lembaga penegak hukum dihancurkan demi uang dan agar tidak tegak serta terhambatnya proses hukum bagi para tersangka dan terdakwa. Sebenarnya, ini adalah peristiwa yang sangat memalukan. Karena, Indonesia selalu menyatakan dan memproklamirkan diri sebagai sebuah negara hukum, tapi, dalam prakteknya, justru para aparat penegak hukumnya, sangat merendahkan martabat hukum itu sendiri.
Kedua, kepentingan politik dan nepotisme.
Untuk mengatasi permasalahan ini juga sama, harus dimulai oleh penempatan aparat penegakan hukum yang kuat iman dan kuat beribadah dalam lembaga penegak hukum tersebut. Karena, menurut para ulama, akan sangat berbeda orang yang kuat iman dan beribadah dalam melaksanakan amanahnya. Alasanya para ulama, Jika seseorang atau aparat penegak hukum itu, ia saja tidak takut kepada Allah SWT, bagaimana kita berharap ia akan takut kepada manusia, sistem aplikasi dan atasannya. Dan menurut para ulama, orang yang kuat ibadahnya, lebih jujur dan amanah dibandingkan dengan orang yang tidak taat beribadah.
Maka, jangan heran, ada orang yang seharusnya diproses secara hukum, tapi, karena ada kepentingan politik, nepotisme kekerabatan, akhirnya, orang tersebut tidak diproses hukum. Kalaupun diproses, maka akan selalu diganggu agar prosesnya tidak berjalan normal yang pada akhirnya tidak diproses lagi.
Dan untuk mengatasi hal ini, perlu kepada aparat yang kuat iman agar tidak terpengaruh dengan kepentingan materi dan uang serta kepentingan politik kekerabatan . Karena Allah melarang kita untuk membela orang- orang yang jahat dan bermasalah dengan hukum. Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an surah an-Nisaa ayat 109 yang berbunyi:
Artinya: “Beginilah kamu, kamu adalah orang-orang yang mendebat atau membela mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka, siapakah yang akan mendebat Allah untuk membela mereka pada hari kiamat kelak?. Atau siapakah yang akan menjadi pelindung mereka dari Azab Allah”.
Dalam ayat di atas, Allah SWT mengajarkan kita dan khususnya aparat penegak hukum agar tidak membela orang-orang yang jahat dan bermasalah dengan hukum, karena nanti di hari akhirat kelak mereka tetap diminta pertanggung jawaban termasuk juga orang- yang suka membelanya di dalam kehidupan dunia dan Allah menyatakan tidak ada seorangpun yang akan mampu membela mereka di akhirat kelak.
Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa Allah SWT akan selalu membantu dan bersama untuk membimbing dan memberi taufik dan hidayah kepada aparat penegak hukum, selama aparat penegak hukum itu berlaku adil dalam penegakan hukum. Tapi, jika mereka berlaku curang dan tidak adil serta berpihak pada yang tidak benar, maka Allah melepaskan diri dari para penegak hukum tersebut. Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah dari al-Hakim dan al-Baihaqi, yang berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya Allah akan selalu bersama hakim, selama hakim tersebut tidak curang atau jahat. Akan tetapi, jika hakim tersebut berlaku curang, maka Allah akan melepaskan diri darinya dan jadilah syaithan sebagai teman yang akan selalu bersama dan membisikkan kepadanya.
Oleh karena itu, kepada para aparat penegak hukum, dihimbau untuk menjadikan ilmu pengetahuan dan keyakinan tentang adanya hari pembalasan dan pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT terhadap perbuatan mereka di dunia, khususnya, dalam pembelaan kepada orang-orang yang jahat sebagai modal utama dalam penegakan hukum dan kebenaran di Indonesia agar selalu berlaku adil kepada para pencari keadilan dan hukum itu sendiri.
Kemudian ikutilah jejak dan praktik nabi Muhammad SAW dalam penegakan hukum di Madinah sebagai pedoman dan konsep dalam penegakan hukum di Indonesia tanpa pandang bulu dan tetap memihak dan berpegang kepada kebenaran yang datangnya dari Allah SWT.
Kesimpulan yang dapat kita ambil pelajaran dari semua uraian di atas adalah kita jangan bermimpi akan terjadi penegakan hukum yang tepat, benar dan adil di Indonesia, selama para penguasa masih tetap menempatkan aparat penegak hukum yang tidak kuat iman dan tidak jujur serta tidak amanah dalam menjalankan tugasnya di lembaga penegak hukum. Dan berhentilah untuk membela orang-orang yang jahat dan bermasalah dengan hukum, insya Allah, hukum akan tegak di negara kita cintai ini.