Hukum Berat Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak
Gema JUMAT, 20 Mei 2016
Kejahatan seksual kepada anak di bawah umur akhir-akhir ini semakin banyak terjadi di Indonesia. Aceh yang notabennya negeri syariat Islam secara kafah juga tidak luput dari praktik yang sangat merugikan bagi anak-anak yang sangat lemah ini. Anak yang seharusnya dijaga, disayang, dilindungi dan dipenuhi hak-haknya sebagai anak, malah menjadi korban seksual bagi orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Kejadian ini tidak terbendung lagi. Kisah ini menjadi demikian bebas dibahas. Mulai masyarakat biasa, artis, bahkan kaum terdidik pun terjerat dalam kasus ini. Kejadian ini sudah tidak wajar dan sangat mengkuatirkan. Peristiwa yang muncul hanyalah fenomena gunung es, masih banyak yang tersembunyi atau disembunyikan dengan berbagai alasan.
Kejahatan ini terjadi dikarenakan beberapa faktor, diantaranya hukuman relatif ringan dan sistem penegakan hukum lemah. Keadaan makin tak terkendali disebabkan nutrisi fisik hormon yang terkandung dalam makanan semakin membuat anak matang sebelum waktunya dan lebih tinggi dorongan seksualnya, perkembangan IT, gaya hidup dan kesulitan ekonomi yang menuntut kesibukan orang tua yang luar biasa. Persepsi masyarakat tentang pendidikan kesehatan reproduksi dan upaya perlindungan diri cenderung ditolak.
“Secara umum kita sebagai orangtua, pendidik, sering sekali tidak cukup memberi perhatian terhadap potensi masalah yang memunculkan kekerasan,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan kepada media.
Dia juga menyebutkan terkait kasus kekerasan terhadap anak usia dini kerap terjadi karena orang tua dan para pendidik kurang memberi perhatian pada anak-anak. Oleh karena itu, “Semua pihak harus memperbaiki kondisi tersebut,” pintanya.
Kejahatan yang merajalela ini menimbulkan tanda tanya besar bagi kita selaku seorang muslim yang melakukan perbuatan bejat tersebut, “Kekejaman seksual yang terjadi kepada anak-anak di bawah umur, akibat lemahnya iman para pelaku,” jelas Pengurus FKPPI (Forum Komunikasi Pemberdayaan Perempuan Indonesia), Zakiah Drajat, Kamis (19/5).
Menurutnya, si pelaku tidak merasa bahwa perbuatannya itu berdosa, sehingga hidup ini tidak merasa ada pengawasan dari Allah sehingga sering melakukan perbuatan dosa seperti banyaknya tontonan porno yang membuat adrenalin si pelaku terpacu untuk mencoba kejahatan seksual tersebut.
Bermacam wacana hukuman pun berkecamuk dalam masyarakat untuk memberi efek jera kepada pelaku seksual kepada anak-anak di bawah umur, mulai dari hukuman cambuk, dihukum kebiri dan hukuman rajam. “Hukuman yang pantas bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak adalah penjara seumur hidup ditambah lagi dengan denda 150 gram emas, karena trauma yang dialami si anak tidak bisa dibayar dengan materi,” tambah Zakiah.
Kejahatan kriminal yang terjadi akhir-akhir ini sudah sangat mengkhawatirkan, “Kejahatan seksual terhadap anak merupakan alarm kepada negeri kita, Indonesia pada saat ini sudah menjadi darurat seksual, peristiwa yang sama terus berulang, semestinya kita punya strategi untuk menyikapinya,” jelas Taufik Riswan P2TP2A Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh. (Jannah)