12 Tahun Smong
Gema Jum’at, 23 Desember 2016
Waktu berjalan begitu cepat. Tidak terasa, memori peristiwa tsunami pada Ahad 26 Desember 2004 kembali bergelayut pada Senin 26 Desember 2016. Tanggal ini muncul jika kita menggunakan almanak Masehi. Jika merujuk almanac Hijriyah, umat Islam mengenang cobaan Allah ini setiap tanggal 14 Zulqaidah. Sekedar catatan, hentakan gempa berkekuatan 8,9 SR (versi lain menyebutkan 9,1 SR) terjadi pada 14 Zulqaidah 1425 H. Ada warga
yang mengenang gempa dan tsunami setiap tanggal 14 Zulqaidah, bukan 26 Desember. Alasannya, jika kita terapkan Syariat Islam, berkiblathlah pada tarikh Islam.
Terlepas yang mengenang musibah itu menurut tarikh matahari atau bulan, ada pelajaran penting dari gempa terbesar dalam 100 tahun selama ini. Mari kita sibak itibar dari bencana alam terbesar di dunia yakni wajib bersahabat dan belajar terhadap fenomena alam. Kajian sejarah, tsunami pada 2004 setinggi 30 meter bukanlah yang pertama di Nanggroe Endatu. Peneliti Earth Observatory of Singapore Charles Rubin menemukan jejak tsunami purba di Bumi Cut Nyak Meutia. Temuan berharga ini menjadi petunjuk memprediksi kapan peristiwa serupa itu akan terulang. Adapun informasi berharga ini diperoleh dari terungkapnya sebuah gua di Aceh Besar yakni terdapat jejak-jejak gelombang besar yang diperkirakan berusia sekitar 7.500 tahun.
Peneliti menemukan deposit pasir dari dasar laut yang tersapu hingga ke dalam gua. Pasir ini tersimpan di dalam gua selama ribuan tahun dan membentuk susunan berlapis yang bercampur dengan kotoran kelelawar. Dari hasil perhitungan radio karbon terhadap sisa pasir, kulit kerang dan sisa organisme mikroskopis lainnya, peneliti menyebutkan ada 11 kali tsunami sebelum tsunami 2004. Itu temuan peneliti tahun 2014. Selanjutnya hasil peneliti LIPI juga menemukan jejak tsunami purba di Aceh Selatan. Hasil riset yang diumumkan pada 14 Desember 2016 menegaskan survei paleotsunami (tsunami purba) di pesisir barat Aceh Selatan menemukan tanah yang masih mengawetkan endapan hasil kejadian tsunami di masa silam di rawa, lagun, atau sawah. Jika saja, kisah gempa yang disusul tsunami ini diwariskan dari mulut ke mulut seperti yang dilakukan oleh warga Simeulue dengan hikayat Smong, maka warga Tanoh Endatu dapat menyelamatkan diri lebih cepat.
Sebagaimana catatan sejarah, gempa di Aceh terjadi pukul 07.58 WIB dan gelombang mahadahsyat tsunami menjilat pantai di seluruh pesisir Aceh hingga berdampak ke 10 negara lainnya hingga 2 kilomenter ke darat terjadi pukul 08.30 WIB. Di sinilah Allah memberikan waktu 30 menit kepada hamba- Nya untuk menyelamatkan diri ke tempat tinggi seperti bukit atau menjauh dari pantai. Dalam hal ini, warga Simeulue sudah belajar dari hikayat jika terjadi gempa bumi yang besar dan air laut surut, maka carilah tempat tinggi.
Hasil pelajaran tersebut, warga Simeuleu yang berada di pulau itu banyak yang bisa selamat. Menurut catatan, warga yang meninggal karena smong yakni sekitar 10 jiwa yakni anak-anak atau manusia lanjut usia. Tetap ada itibar atau hikmah dari 12 tahun tsunami kepada warga Aceh yakni diberi kesempatan untuk bertobat, beribadah, beramal dan menjalankan tugas-tugas kekhalifahan sebagai umat. Bagi intelektual terus melanjutka kajian-kajian mencari misterius tsunami di Aceh untuk dijadikan ilmu bagi manusia. Kita selalu ingat firman Allah yang sangat populer dan sangat kuat mempengaruhi diri untuk tidak bersombong diri dengan apa yang telah kita ketahui. Allah berfi rman: “Tidaklah Aku berikan ilmu kepada kalian kecuali hanya sedikit sekali” (Al-Israa:85), Pada waktu bersamaan, umat disuruh berpikir terhadap keberadaan bumi, langit dan seisinya.
Dengan demikian kita bisa membaca fenomena alam agar bisa selamat dari hentakan gempa bumi dan sebagainya. jadi tidak perlu heran, nyaris setiap bulan, warga Aceh merasakan gempa berkekuatan di atas 5 Skala Richter. Sejatinya, setiap hari ada gempa yang tidak dirasakan oleh manusia karena skalanya kecil. Gempa tsunami 2004, gempa di Aceh Tengah, gempa di Tangse Pidie dan terakhir di Pidie Jaya serta seterusnya yang melanda Aceh adalah kehendak Allah. Tidak etis mengaitkan dengan hal-hal mistis apalagi dihubungkan dengan merajalela maksiat. Bila dikaitkaan dengan maksiat, di Jakarta (misalnya) lebih banyak maksiat namun di ibu kota jarang terjadi gempa karena bukan wilayah lintasan gempa. Melalui 12 tahun smong, kita lanjutkan berzikir dalam makna luas serta berpikir agar hidup lebih baik dari aspek amal, aqidah dan kualitas ibadah.(Murizal Hamzah)