Israk: Dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha
Ameer Hamzah
GEMA JUMAT, 21 APRIL 2017
Oleh H. Ameer Hamzah
Perjalanan horizontal Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha disebut Isra’. Makna Isra’ menurut bahasa adalah perjalanan di malam hari. Sedangkan makna menurut syariah adalah perjalan mukjizat Rasulullah SAW mengendarai buraq dan dipandu oleh Malaikat Jibril. Perjalanan tersebut sangat cepat dan singkat.
Meurujuk kepada dalil Alquran dan hadis Nabi, Israk memang ada. “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya di malam hari, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS. Israk:1).
Dalam hadts disebutkan; Ketika aku sedang berada di Mekkah, atap rumahku terbuka dan malaikat Jibril turun menemuiku, membelah dadaku, lalu membasuhnya dengan air zamzam. Setelah itu Jibril membawa sebuah nampan emas yang isinya penuh dengan hikmah dan keimanan dan sehabis menuangkan seluruh isis nampan itu ke dalam dadaku, iapun menutup dadaku kembali. Kemudian aku di israk Mikrajkan.(HR:Bukhari).
Kendaraan yang membawa Nabi isra’ adalah Buraq. Ini adalah binatang surga yang bentuk badan- nya seperti kuda dan wajahnya seperti manusia. Menurut hadis ia lebih kecil dari kuda dan lebih besar dari himar. Buraq sangat cepat terbangnya secepat kilat. Menurut shaheh Muslim, Buraq ditambat oleh Nabi di samping pintu masjidil Aqsha. Beliau masuk dalam masjid dan mengimami shalat sunat dua rakaat. Para jamaahnya adalah para Nabi dan rasul terdahulu yang jumlahnya sangat banyak.
Rasulullah Israk dan Mikraj dengan fisik (raga) dan rohnya sekalian. Makna “bi’abdihi” dalam ayat satu Surat Israk adalah jasad dan ruhnya sekaligus. Bagi manusia memang aneh, tetapi dalam ilmu Allah SWT, itu sangat sepele. Allah mampu berbuat apa saja. Mazhab empat percaya perjalanan Israk Mikra adalah dengan ruh dan jasad.
Mu’tazilah percaya Isra’ MIkraj bukan dengan jasad. Setelah shalat Nabi Muhammad SAW merasa haus. Jibril telah siap meletakkan dua gelas di depan Nabi, yang satu berisi susu dan yang satu lagi berisi arak. Rasulullah SAW memilih gelas susu dan meminumnya sampai habis. Seandainya Nabi memilih tuak, mungkin beliau dan umatnya banyak yang mabuk. Sebab tuak itu minuman keras. Tetapi Nabi memilih susu yang tidak memabukkan, ini sesuai dengan “fitrah” beliau seorang Nabi Allah.
Apa yang pernah beliau lihat dalam perjalanan Israk? Di malam hari itu beliau melihat sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah, yakni beliau melihat sungai nil dan Efrat yang subur di Mesir dan Suriah. Berliau melihat bukit Thursia tempat Nabi Musa menerima wahyu. Beliau menyaksikan pohon tin dan zaitun yang tumbuh subur diperbukitan Palestina. Beliau juga melihat sekelompok pedagang yang berjalan di malam hari bersama unta-unta mereka.
Mungkin sebuah pertanyaan juga akan muncul dalam benak kita. Mengapa Israk Mikraj itu harus dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsha? Mengapa tidak langsung dari Mekkah ke langit? Jawaban kita adalah; Rasulullah ke Palestina dulu, sebab di Palestina Allah mentakdirkan banyak diutus para Nabi, para nabi tersebut umumnya dari bani Israel, cucu dari Nabi Ibrahim as. Lewat anaknya Ishaq As. Setelah Nabi isa Ibnu Maryam, Allah ingin menggeser keturunan Nabi, dari Ishaq ke keturunan Ismail Bin Ibrahim yang di Mekkah. Era Palestana telah berakhir, sekarang era Mekkah Almukarramah sampai kiamat dunia. Kedatangan Nabi Muhammad di malam Israk Mikraj tersebut seolah-olah Allah memberitahukan kepada manusia, bahwa “Nubuwwah” kenabian telah berakhir di Palestina, sekarang rasul terakhir akan menyeru manusia dari Mekkah. Era Baital Maqdis berakhir dan era Masjidil Haram memimpin dunia.
Maksudnya Muhammad membawa spiritual masjidil Al Aqsha ke Mekkah Almukarramah. (Insyaallah, Tentang Mikraj kami sambung Jumat depan).