Sebutir Nasi
GEMA JUMAT, 20 OKTOBER 2017
Oleh Murizal Hamzah
Miris. Satu kata itu patut kita hujamkan ketika menemukan hal-hal yang berlawanan dengan syariat Islam. ironisnya hal-hal tersebut kita temukan usai mengikuti dakwah Islam. Makanan tak habis dimakan sehingga menjadi mubazir. Butir-butiran nasi berhamburan di piring atau bungkusan daun pisang. Ada perasaan tak nyaman menemukan makanan terbuang di tempat-tempat maulid Nabi, pesta, atau kenduri. Mengapa hal ini bisa terjadi? Mubazir atau boros adalah salah satu perangai setan yang harus dibuang oleh umat. “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Israa:27).
Padahal sejak kecil, umat Islam sudah diajari tidak boleh mewariskan satu butir nasi pun di piring. Hingga nasi yang tersembunyi di celah-celah jari dianjurkan dimakan. Menjilati tangan setelah selesai makan merupakan salah satu adab makan syariat. Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu makan makanan, maka janganlah ia membasuh tangannya sebelum ia menjilatinya atau menjilatkannya pada orang lain.”
Intinya, tidak ada makanan yang terbuang dari tangan manusia. Namun hingga kini di kedai nasi, tempat kenduri dan lain-lain kita masih temukan perilaku umat yang melakukan mubazir makanan. Sementara di belahan daerah lain atau tetangga kekurangan makan. Memberi harta kita kepada tetangga atau kaum dhuafa butuh keberanian. Kita lebih suka menerima daripada memberi.
Kasus makanan mubazir sering ditemukan pada makan ala prasmana alias konsumen bisa mengambil makana sesukanya alias all you can eat. Mau makan sedikit atau banyak, bayaran sama. Atau pada pesta perkawinan yang menyajikan cara prasmana. Tamu dapat mengail makanan sesuka hatinya. Hasilnya, lebih sering lauk pauk tersisa di piring daripada yang disantap.
Di beberapa restoran prasmana ditempelkan pesan moral untuk mengambil makanan yang habis dimakan. Jika mau tambah lagi, silakan ambil lagi. Ini cara agar makanan tidak terbuang. Kalau dilihat, kita bisa habiskan makanan. Faktanya kita hanya mampu sikat setengah piring. Nafsu makan mengalahkan kapasitas lambung. Sekarang zamannya makanan bergizi bukan makan yang berpiring-piring.
Memang kita membayar makanan di restoran dengan uang sendiri atau atau tempat resespi yang tidak ada menegur jika tersisa di pingan. Satu hal yang perlu disadari yaknisumber daya alam ini milik bersama. Alam ini bisa menyediakan makanan untuk seluruh makhluk di dunia.
Di belahan Eropa makanan berlebihan dan di belahan Afrika kekurangan pangan. Untuk itu PBB melalui Food and Agriculture Organisation (FAO) telah menetapkan tanggal 16 Oktober sebagai hari Pangan Sedunia. Hari Pangan Sedunia untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap warga yang berjuang melawan kelaparan dan kekurangan gizi.
Lebih dari sepertiga makanan yang diproduksi di dunia berakhir di tong sampah karena tak habis dimakan. Makanan di hotel-hotel berbintang yang tersisa di piring akan berakhir di tempat sampah. Padahal bisa jadi daging atau makanan itu belum tersentuh tangan manusia. Jadi setiap hari, ada ratusan daging, makanan dan lain-lain yang terbuang karena telah berpindah tempat ke piring tamu. Ada sebagian hotel yang memberikan makanan yang belum tersentuh tangan tamu kepada panti asuhan atau lembaga sosial. Jadi bagaimana cara mencegah makanan mubazir?
Ambillah makanan secukupnya sesuai takaran setiap hari. Tidak terpengaruh dengan tipuan mata didukung nafsu yang seolah-olah makanan itu tak bersisa di piring. Cara lain mengurangi makanan mubazir yakni menyediakan ukuran piring kecil. Tujuannya, karena piring kecil, maka takaran nasi atau lauk pauk juga berkurang. Mencegah makanan yang mubazir dimulai dari diri masing-masing..