Upah dan Rezeki
Gema JUMAT, 19 AGUSTUS 2016
Oleh Murizal Hamzah
Dalam masyarakat yang semakin hitung-hitungan uang dalam bekerja dan lain-lain, maka segala sesuatu dirujuk pada uang. Kita sering keliru memahami antara upah, gaji, honor dan rezeki. Gaji atau rezeki dikonotasikan dengan pendapatan atau lembaran uang yang masuk ke rekerning atau diterima usai bekerja.
Kita paham, sektor yang menerima gaji per bulan atau upah per hari ini tidaklah sebanyak yang mendapat penghasilan yang tidak tetap. Sebut saja, sektor bisnis seperti pedagang yang menerima uang setelah terjadi transaksi jual beli.
Sejatinya, upah, honor atau gaji adalah kompensasi atau penghargaan atas hasil kerja yang diberikan secara teratur dari pemberi kerja yang diberikan pimpinan perusahaan atau kepala kantor kepada karyawan. Kita sering mendengar ungkapan hari ini tidak ada rezeki. Sebab rezeki diartikan dalam bentuk uang. Padahal makna rezeki itu lebih luas. Rezeki segala sesuatu yang diperoleh manusia sebagai pemberian Allah SWT.
“Dan di langit ada (sebab-sebab) rezekimu, juga apa yang telah dijanjikan kepada kalian. Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan” (QS.Az Zariyat : 22 – 23)
Gaji berbentuk uang, barang, ada slip gaji. Sebaliknya rezeki lebih luas pemahamannya. Rezeki tidak memiliki slip rezeki. Kadangkala dalam gaji yang kita terima belum tentu berkah sebaliknya rezeki itu Insya Allah berkah. Untuk mendapat gaji, warga harus bekerja sesuai dengan prosedul. Sebaliknya, rezeki bisa diraih dengan bekerja dan bertaqwa.
Rezeki bisa berwujud dalam kondisi sehat, senang, anak yang shaleh, suami atau istri yang baik, memiliki teman yang taat dan lain-lain adalah juga bagian dari rezeki. Dengan kata lain, rezeki bisa datang tiba-tiba tanpa bisa dihitung dengan rumusan matematika. Sebut saja ketika mau mau bayar makan siang atau malam, lalu tiba-tiba ada sahabat yang dengan senang hati membayarnya. Itu juga rezeki. Jika ada yang menyatakan tidak bisa buka usaha karena tidak ada modal. Maka kepercayaan adalah rezeki yang tidak bisa diuangkan atau ditukar dalam bentuk harta lain.
“Dan tidak ada satu hewan melata di muka bumi ini, kecuali rezekinya telah ditetapkan oleh Allah dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” (Q.S.Huud : 6).
Salah satu kunci yang berkaitan dengan rezeki yakni Allah SWT memberikan rezeki berdasarkan kebutuhan hamba-Nya bukan keinginan manusia. Allah SWT sebagai Pencipta mengetahui kebutuhan. Seekor gajah memperoleh rezeki makanan yang berbeda dengan rezeki makanan untuk seekor semut.
Kadangkala kita menemukan warga yang secara kasat mata memiliki upah yang kecil namun memiliki rezeki yang besar. Segala sesuatu sudah diatur oleh Allah SWT untuk diberikan kepada hamba-Nya yang diridhai.
Dalam masyarakat Aceh, kita mendengar ucapan jika kehilangan telepon selulur atau lainmnya dengan ungkapan, telepon seluler hilang karena bukan rezeki kita. Dalam hal ini, umat diminta untuk pasrah (setelah berikhtiar) pada musibah. Rezeki yang di tangan kita adalah titipan Allah SWT. Bisa datang kapan saja dan bisa diambil sekejab dalam kondisi apa pun.
Jika kembali pada konsep bahwa rezeki setiap manusia berbeda, maka kita tidak perlu mengukur baju diri sendiri berdasarkan baju orang lain. maka kita tidak perlu ada lagi dengki atau iri yang disimpan di hati.