Islam Nusantara adalah Samudera Pasai
GEMA JUMAT, 19 MEI 2017
Teuku Kemal Fasya – Dosen Universitas Malikussaleh Lhokseumawe
Presiden Joko Widodo meresmikan Tugu Titik Nol Islam Nusantara di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Acara itu dirangkai dengan Silaturahim Nasional Jam’iyah Batak Muslim Indonesia, 24-25 Maret 2017, di Mandailing Natal.
Banyak pihak yang tak setuju dengan penetapan itu. Mereka menganggap Aceh lah yang lebih pantas untuk dinobatkan sebagai titik nol Islam Nusantara, karena menurut sejarah, melalui Aceh Islam masuk lalu berkembang di Nusantara. Simak wawancara singkat Wartawan Gema Baiturrahman Indra Kariadi dengan Antropolog Aceh dan juga Dosen Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Teuku Kemal Fasya. Mengapa tidak Aceh jadi titik nol Islam Nusantara?
Apa alasan pemerintah menetapkan Barus sebagai titik nol Islam Nusantara?
Penetapan Samudera Pasai sebagai titik Islam di Nusantara itu bukan hanya sebagai masuknya Islam pertama di Indonesia, bahkan di Asia. Ini di buktikan dengan hasil riset ilmiah pengukuhan Pasai sebagai peradaban Islam Melayu pertama di Nusantara juga terjadi dalam dua momentum seminar nasional, yaitu 17-20 Maret 1963 di Medan dan 10-16 Juli 1978 di Banda Aceh. Bahkan, dalam seminar ditemukan juga dalil-dalil tentang jejak kekuasaan Pasai sejak abad ke-11. Kemudian meshahihkan bahwa menyebutkan Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam pertama. Kerajaan ini merupakan gabungan dua kerajaan Hindu, yaitu Samudra dan Pasai, dengan Raja Meurah Silue yang kemudian bergelar Malik as-Salih (1267-1297), ini adalah sebagai Islam pertama di Asia Tenggara, bukan hanya di Indonesia.
Penetapan Barus sebagai Titik Nol Islam Nusantara itu miris sebagai penetapan sebuah politis. Jadi harus di bedakan aksi-aksi yang sifatnya politis dan aksi-aksi yang sifatnya akademis atau ilmiah. Sebelum penetapan Barus sebagai titik nol Islam Nusantara, itu harus didasarkan kepada argumentasi yang sifatnya ilmiah. Ini yang belum kita ketahui dimensi history dan dokumen mana yang menetapkan Barus sebagai titik nol islam di Nusantara ini.
Apa perbedaan Islam di Indonesia dan Islam di Nusantara?
Islam di Nusantara itu adalah wilayah kepulauan, dan Nusanatara itu adalah kepulauan atau negara-negara yang berada di kepulauan di Asia Tenggara, itu mencakup Negara Malaysia, Filiphina dan negara-negara lainnya, yang berada di wilayah kepulauan Asia Tenggara. Konsep ini memang kemudian di populerkan pada pemahaman Islam yang berada di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam, dan kemudian di sebut sebagai Islam Nusantara. Karena sudah terakomodasi kedalam negara modern, kemudian kata-kata Nusantara, lebih banyak di pakai oleh Indonesia sendiri untuk menyebut negara kepulauan yang terbanyak di wilayah Asia Tenggara.
Apa kebenaran ilmiah, titik nol Islam Nusantara itu di Barus?
Apapun tindakan politik Pemerintah seharusnya harus punya argumentasi ilmiah. Dan argumentasi ilmiah menyebutkan Barus ini sebagai titik nol Islam Nusantara, bagi saya tidak cukup bukti, seperti bukti-bukti arkeologis pertama Barus tidak merujuk pada khazanah Islam. Jauh sebelum Islam, Barus telah dikenal sebagai asal daerah Batak Toba. Pada abad ke-11, berdasarkan penelitian epigrafi dan arkeologi, terkuak fakta makam-makam Hindu berbahasa Tamil di daerah ini. Makam-makam ulama di Papan Tenggi yang berpenanggalan abad ke-13 terjadi pada fase lain,
Dan Barus sendiri belum ada sebuah pemerintahan yang di sebut sebagai sebuah Negara atau Kerajaan. Barus hanya di tempati oleh masyarakat imigrasi, yang datang dari Arab dan menyebarkan Islam dan belum membentuk peradaban. Pembentukan peradaban di Barus itu baru terjadi pada abad 16 akhir. Kalau kita melihat islam di samudrai pasai sangat jauh jarak perbedaan tahunnya. Dari bukti-bukti arkeologis inilah yang bisa membuat sebuah kesimpulan, kecuali ada sebuah riset ilmiah lagi yang menunjukkan bahwa ada titik kerajaan yang bukti hadirnya Islam, bukan masukknya Islam adalah sebuah peradaban. Sedangkan di Barus dari riset yang kita ketahui itu belum ada.
Seberapa pentingnya peran Barus dalam sejarah Nusantara?
Bukan berarti Barus tidak penting dalam sejarah Nusantara. Kota tua Barus telah dikenal di Timur Jauh, Eropa, dan Afrika Utara berabad- abad sebelum Masehi serta menjadi pelintasan penting perdagangan kamper, kemenyan, cendana, dan emas. Kota metropolis Sumatera itu mencapai puncaknya pada abad ke-10, kemudian terus menurun menjadi hanya kota kecamatan lusuh dan sepi. Tetapi di Barus tidak mengadifikasi Islam sudah membentuk sebagai sebuah peradaban.
Sedangkan Pasai adalah sebagai titik Islam dan sebagai sebuah kerajaan sampai pada abad ke-13. Sejak Kerajaan Pasai melemah dan redup pada akhir abad ke-15, poros peradaban dan sastra Melayu akhirnya pindah ke pantai barat-selatan, yaitu wilayah Barus dan Singkil. Di daerah inilah dua hal berkembang secara bersamaan, yaitu filsafat Islam wujudiyah dan kesusastraan Melayu. Tetapi kalau berbicara islam sufisme, adalah menjadi sebuah tolah ukur itu boleh disebut Barus sebagai titik nol Islam Nusantara.
Karena berbeda dengan pengembangan Islam di wilayah Pasai yang berporos pada fikih mazhab Syafi’iyah, Barus dan Singkil menjadi tempat bersemainya gagasan tasawuf, terutama tarekat sattariyah. Tasawuf sebagai ilmu agama batin menjadi katalisator berkembangnya Islam toleran, inklusif, dan progresif. Berkembangnya tradisi zikir dan suluk di Nusantara sangat dipengaruhi pemikiran sufisme dari Barus dan Singkil.
Tokoh utama sejarah Melayu dari Barus adalah Hamzah al-Fansuri yang diperkirakan lahir 1570-an dan meninggal pada 1630-an. Fansur sendiri berarti ’kapur barus’. Dulunya daerah Barus masuk wilayah Kerajaan Aceh. Pemikir besar lain yang lahir 120 kilometer dari Barus (Singkil) ialah Syekh Abdurrauf as-Singkili (1615-1693).
Tawaran Anda, mengembalikan Pasai sebagai titik nol Islam Nusantara?
Aceh ketinggalan dari segala hal, kenapa isu ini lebih dimainkan oleh Sumatra Utara, ini karena ada dua, satu adalah momentum politik dan momentum ekonomi. Kemudian Barus adalah sebuah daerah yang diistilahkan dengan perkawinan religiusme di Sumatra Utara, di daerah itu ada Kristen dan Islam. Nah, Aceh di bulan februari dan maret 2017 lagi sibuk-sibuknya momentum tentang hasil pilkada. Ini adalah sebuah kelemahan dari sebuah pemerintahan kita di Aceh, kita lebih melihat jangka pendek tidak mementingkan jangka panjang.
Kita harus membawa kembali narasi tentang Samudera Pasai sebagai titik awalnya masuknya Islam di Nusantara. Kemudian kita harus mengartikulasikan kembali bahwa Samudera Pasai itu adalah titik nol islam di Indonesia, ini sudah dibuktikan dengan hasil riset ilmiah dan juga dokumen-dokemen yang sangat mendukung. Maka sekarang kita harus proaktif dalam memprediksi apa yang akan terjadi ke depan, jangan hanya berkaca pada yang sudah lalu.